IDENESIA.CO - Perdana Menteri Swedia Ulf Kristersson secara tegas menyerukan kepada Uni Eropa untuk menangguhkan kerja sama dagang dengan Israel, menyusul agresi militer brutal yang dilakukan Israel terhadap warga sipil di Jalur Gaza, Palestina. Pernyataan ini menambah tekanan internasional terhadap pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang kini semakin terpojok di panggung global.
Kristersson menyampaikan bahwa kondisi kemanusiaan di Gaza telah mencapai titik yang sangat memprihatinkan dan tidak bisa lagi ditoleransi. Ia menuding Israel telah gagal menjalankan kewajiban dasar mereka dalam menyediakan akses bantuan kemanusiaan sebagaimana disepakati dalam perjanjian-perjanjian internasional.
"Israel gagal memenuhi kewajiban dasar dan kesepakatan terkait bantuan darurat," ujar Kristersson, Kamis (31/7), dikutip dari AFP.
Ia pun menegaskan bahwa Swedia mendesak Uni Eropa untuk segera membekukan bagian perdagangan dalam Perjanjian Asosiasi Uni Eropa-Israel, sebuah kerangka kerja yang selama ini menjadi dasar hubungan ekonomi dan politik antara kedua pihak.
"Swedia kemudian menuntut Uni Eropa membekukan bagian perdagangan dari perjanjian asosiasi sesegera mungkin," tambahnya.
Perjanjian Asosiasi Uni Eropa dan Israel mencakup kerja sama di berbagai sektor, terutama perdagangan. Uni Eropa saat ini merupakan mitra dagang terbesar Israel, mencakup sekitar sepertiga dari total perdagangan global Israel, menurut data resmi UE. Oleh karena itu, pembekuan sebagian kerja sama perdagangan akan memberikan dampak ekonomi signifikan bagi Tel Aviv.
Langkah Swedia mengikuti jejak Belanda, yang dua hari sebelumnya menyampaikan sikap serupa. Menteri Luar Negeri Belanda Caspar Veldkamp menyatakan bahwa negaranya akan mendorong penangguhan elemen perdagangan dari perjanjian Uni Eropa-Israel jika Israel terus mengabaikan kewajiban kemanusiaannya.
Lebih jauh, tekanan terhadap Israel juga meningkat setelah Inggris, Prancis, dan Kanada mengumumkan rencana untuk mengakui Negara Palestina secara resmi pada September mendatang. Inggris dan Prancis, sebagai dua negara paling berpengaruh di Eropa, memberi sinyal bahwa ketidakpuasan terhadap tindakan Israel kini telah mencapai tingkat diplomatik yang lebih tinggi.
Kecaman internasional ini tak lepas dari krisis kemanusiaan yang semakin memburuk di Jalur Gaza. Menurut laporan terbaru, kelaparan massal telah menjalar di banyak wilayah, dan ratusan warga Palestina meninggal akibat malnutrisi. Hal ini diperparah oleh blokade ketat Israel yang membatasi masuknya bantuan pangan dan obat-obatan.
Sejak dimulainya agresi militer pada Oktober 2023, lebih dari 60.000 warga Palestina dilaporkan tewas, dan ratusan ribu rumah warga hancur akibat serangan udara dan darat. Pembatasan yang dilakukan Israel disebut komunitas internasional sebagai tindakan tidak manusiawi dan bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum humaniter internasional.
Dengan seruan Swedia yang memperkuat tekanan dari berbagai negara Eropa, posisi Israel dalam hubungan internasional semakin terisolasi. Negara-negara Eropa kini tidak hanya mengecam agresi militer, tetapi juga mulai menggugat Israel lewat jalur ekonomi dan diplomatik, sebagai upaya untuk memaksa perubahan kebijakan, terutama dalam hal pemberian akses bantuan kemanusiaan dan penghentian kekerasan terhadap warga sipil Palestina.
(Redaksi)