IDENESIA.CO - Serangan Israel terhadap Hamas di Doha, Qatar, pekan lalu berbuntut panjang. Aksi militer yang menewaskan puluhan orang itu memicu gelombang kemarahan di kawasan Timur Tengah, hingga mendorong negara-negara Arab dan Islam menggelar Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) darurat di Doha, Senin (15/9/2025).
KTT yang berlangsung di jantung Teluk ini dipandang sebagai salah satu forum terpenting dalam merespons agresi Israel terbaru. Para pemimpin negara Arab dan Islam kompak mengutuk serangan tersebut, menilai tindakan Israel tidak hanya mengganggu stabilitas regional, tetapi juga mengancam seluruh proses diplomasi yang sedang dibangun.
Bahasa Resolusi Sangat Keras
Dalam draf resolusi yang disusun oleh para Menteri Luar Negeri sebelum KTT, terungkap pernyataan tegas bahwa Israel telah melakukan “tindakan permusuhan” yang membahayakan perdamaian kawasan.
“Serangan brutal Israel terhadap Qatar dan kelanjutan tindakan permusuhan Israel, termasuk genosida, pembersihan etnis, kelaparan, pengepungan, serta aktivitas kolonisasi dan kebijakan ekspansi, mengancam prospek perdamaian dan koeksistensi di kawasan,” bunyi draf yang dikutip Reuters.
Draf itu juga menyatakan bahwa semua perjanjian normalisasi hubungan dengan Israel, baik yang sudah ada maupun yang sedang dijajaki berada dalam posisi terancam batal.
Trump Turun Tangan
Meningkatnya ketegangan membuat Presiden Amerika Serikat Donald Trump turun tangan. Ia berusaha meredam kemarahan negara-negara Arab dengan menegaskan bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tidak akan kembali menyerang Qatar.
“Dia tidak akan menyerang Qatar,” kata Trump kepada wartawan di Ruang Oval, Senin waktu AS, dikutip AFP.
Pernyataan ini dianggap penting karena Qatar bukan hanya sekutu strategis AS di Teluk, tetapi juga menjadi tuan rumah salah satu pangkalan militer terbesar AS di kawasan tersebut. Serangan Israel ke Doha pekan lalu dinilai merusak reputasi Washington di mata mitra Arabnya.
Posisi Sulit Washington
Sementara itu, langkah diplomasi AS justru menuai sorotan setelah Menteri Luar Negeri Marco Rubio berkunjung ke Yerusalem akhir pekan lalu. Rubio bersama Netanyahu bahkan terlihat mendatangi Tembok Ratapan, yang dianggap sebagai simbol kedekatan hubungan Washington–Tel Aviv pasca serangan ke Qatar.
Kondisi ini membuat AS berada dalam posisi dilematis: di satu sisi harus mendukung sekutu tradisionalnya, Israel, namun di sisi lain perlu menjaga hubungan strategis dengan Qatar dan negara-negara Teluk.
Tantangan Perdamaian di Kawasan
Serangan Israel ke Qatar dinilai menjadi ujian terberat bagi upaya perdamaian Timur Tengah dalam beberapa tahun terakhir. Negara-negara Arab yang sebelumnya mulai melunak terhadap Israel kini menegaskan bahwa agresi militer semacam ini dapat menggagalkan semua upaya normalisasi.
"Serangan brutal Israel terhadap Qatar dan kelanjutan tindakan permusuhan Israel, termasuk genosida, pembersihan etnis, kelaparan, pengepungan, serta aktivitas kolonisasi dan kebijakan ekspansi, mengancam prospek perdamaian dan koeksistensi di kawasan," tulis draf Reuters.
"Tindakan-tindakan ini mengancam semua yang telah dicapai dalam jalur normalisasi hubungan dengan Israel, termasuk perjanjian-perjanjian yang ada saat ini dan di masa depan."
Qatar sendiri adalah sekutu AS di Arab. Di negara itu ada pangkalan militer tentara Paman Sam. Trump juga sempat mendapat hadiah pesawat terbang ketika berkunjung ke negeri itu.
(Redaksi)