IMG-LOGO
Home Nasional Hari Oeang Republik Indonesia, Tonggak Sejarah Lahirnya Rupiah hingga Simbol Kedaulatan Ekonomi Bangsa
nasional | umum

Hari Oeang Republik Indonesia, Tonggak Sejarah Lahirnya Rupiah hingga Simbol Kedaulatan Ekonomi Bangsa

oleh VNS - 31 Oktober 2025 15:52 WITA
IMG
Ilustrasi Uang Rupiah. Foto:Ist

IDENESIA.CO - Setiap tanggal 30 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Oeang Republik Indonesia (HORI). Peringatan ini bukanlah sekadar seremoni kalender, melainkan sebuah penanda historis yang krusial, menandai hari di mana Oeang Republik Indonesia (ORI) resmi beredar pada tahun 1946. Penerbitan ORI menjadi salah satu simbol terpenting dari kedaulatan ekonomi Indonesia yang baru merdeka, menggantikan secara bertahap mata uang peninggalan era kolonial Belanda dan Jepang yang masih beredar.


ORI merupakan alat pembayaran sah pertama yang secara resmi diterbitkan oleh pemerintah Republik Indonesia. Seperti dikutip dari laman resmi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), mata uang ini tidak hanya berfungsi sebagai alat tukar, tetapi jauh lebih dalam, ia adalah identitas dan simbol kemandirian bangsa.

Sejarah penerbitan ORI bermula tak lama setelah Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Meskipun telah merdeka secara politik, Indonesia dihadapkan pada tantangan besar dalam mengelola sistem keuangan dan mata uangnya. Pada saat itu, masyarakat masih menggunakan mata uang kolonial Belanda (seperti De Javasche Bank) dan uang pendudukan Jepang. Kondisi ini secara nyata tidak mencerminkan kedaulatan penuh dan identitas bangsa Indonesia yang baru lahir.

Menyadari urgensi memiliki mata uang sendiri, Pemerintah Indonesia segera mengambil langkah strategis. AA Maramis, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Keuangan, membentuk Panitia Penyelenggara Pencetakan Uang Kertas Republik Indonesia pada bulan November 1945. Keputusan ini diambil untuk menghentikan dominasi mata uang asing dan menunjukkan kepada dunia bahwa Republik Indonesia adalah negara yang berdaulat, termasuk dalam mengatur moneternya sendiri.

Proses perancangan dan pencetakan uang ini dilakukan di tengah situasi politik dan keamanan yang tidak stabil, menuntut kerahasiaan dan mobilitas tinggi. Proses desain dan pencetakan pun terpaksa dilakukan di berbagai kota yang dianggap relatif aman, seperti Jakarta, Malang, dan Yogyakarta.

Desain ORI yang pertama kali beredar merupakan karya kolaboratif dua pelukis andal, Abdulsalam dan Soerono. Pencetakan bersejarah ini kemudian dilaksanakan di Percetakan Republik Indonesia. Desain dan fitur ORI pun secara khusus dirancang untuk mencerminkan nilai-nilai kebangsaan Indonesia, dengan menonjolkan berbagai elemen budaya lokal, menjadikannya berbeda secara substansial dari mata uang kolonial sebelumnya.

Momen puncak dari perjuangan panjang ini tiba pada akhir Oktober 1946. Sehari sebelum peredaran, tepatnya pada 29 Oktober 1946, Wakil Presiden sekaligus Bapak Ekonomi Indonesia, Mohammad Hatta, secara resmi mengumumkan penerbitan ORI kepada seluruh rakyat Indonesia melalui siaran Radio Rakyat Indonesia yang berpusat di Yogyakarta.

Pidato Mohammad Hatta kala itu sangat tegas dan bersejarah, menegaskan bahwa penerbitan ORI menandai babak baru kemerdekaan ekonomi bangsa. Dalam salah satu kutipannya yang paling dikenang, Hatta berujar, Uang sendiri itu adalah tanda kemerdekaan negara.

Akhirnya, pada tanggal yang kini diperingati sebagai Hari Oeang, 30 Oktober 1946, pemerintah secara resmi mengeluarkan ORI sebagai mata uang nasional pertama yang sah. Peredaran ORI bukan sekadar tindakan moneter, melainkan proklamasi kedua dalam bentuk ekonomi, menandakan bahwa Republik Indonesia benar-benar berdaulat dan mampu mengurus dirinya sendiri.

Jalan yang dilalui ORI tidaklah mulus. Masa-masa awal peredaran diwarnai dengan berbagai tantangan berat, termasuk inflasi tinggi yang merajalela akibat warisan perang, kekurangan pasokan uang yang mencukupi, serta tantangan besar dalam membangun kepercayaan publik terhadap mata uang baru di tengah gempuran mata uang lama yang masih berlaku.

Pemerintah harus mengambil berbagai kebijakan moneter yang dinamis dan adaptif demi stabilisasi. Meskipun demikian, keberadaan ORI terbukti berperan penting dan fundamental dalam membangun fondasi sistem keuangan nasional yang berdaulat.

Karena keterbatasan kendali pusat di masa revolusi fisik, beberapa daerah di luar jangkauan pemerintah pusat sempat menerbitkan mata uang lokal yang disebut Oeang Republik Indonesia Daerah (ORIDA). Namun, ini adalah solusi sementara.

Titik balik datang setelah kedaulatan Indonesia diakui secara penuh melalui Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tahun 1949. Pada 2 Oktober 1949, ORI secara resmi digantikan oleh uang Republik Indonesia Serikat (RIS), yang juga merupakan tahap transisi. Kemudian, sistem moneter diperkuat dengan satuan Rupiah sebagai alat pembayaran sah melalui Undang-Undang Mata Uang pada tahun 1951, menandai penyatuan mata uang di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Meskipun ORI hanya beredar singkat (1946-1949), makna dan simbolismenya sebagai tonggak sejarah kemandirian ekonomi bangsa tetap abadi. Setiap lembar Rupiah yang beredar hingga hari ini membawa semangat kedaulatan dan kemerdekaan ekonomi yang sama.

Peringatan Hari Oeang Republik Indonesia (HORI) setiap 30 Oktober kini menjadi momentum berharga untuk mengenang perjuangan masa lalu dalam membangun sistem keuangan yang stabil dan mandiri. Lebih jauh, peringatan ini diharapkan dapat menjadi ajakan bagi masyarakat untuk memahami peran krusial uang dalam kehidupan sehari-hari, mendorong pengelolaan keuangan yang baik, dan kontribusi aktif dalam pembangunan ekonomi nasional.

(Redaksi)