IDENESIA.CO - Gelombang protes keras melanda Jepang menyusul perintah mengejutkan dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk memulai kembali uji coba senjata nuklir AS. Protes ini datang dari kelompok yang paling merasakan kengerian senjata nuklir para penyintas bom atom, yang dikenal sebagai hibakusha, yang tergabung dalam organisasi Nihon Hidankyo, pemenang Hadiah Nobel Perdamaian tahun 2024.
Keputusan Presiden Trump yang diumumkan pada Kamis (30/10/2025) untuk menginstruksikan Pentagon memulai kembali uji coba senjata nuklir, dengan alasan perlu menandingi kemampuan nuklir Rusia dan China, telah memicu kemarahan mendalam di kalangan komunitas penyintas. Bagi mereka, perintah tersebut bukan hanya sebuah langkah mundur dalam upaya perlucutan senjata global, tetapi juga sebuah tindakan yang sama sekali tidak dapat diterima.
Nihon Hidankyo, sebuah kelompok yang didedikasikan untuk menghilangkan senjata nuklir setelah tragedi di Hiroshima dan Nagasaki, segera mengambil tindakan. Mereka mengirimkan surat protes resmi kepada Kedutaan Besar AS di Tokyo.
"Arahan tersebut secara langsung bertentangan dengan upaya negara-negara di seluruh dunia yang memperjuangkan dunia yang damai tanpa senjata nuklir dan sama sekali tidak dapat diterima," tegas Nihon Hidankyo dalam surat protesnya, yang salinannya diperoleh AFP pada Jumat (31/10/2025).
Protes ini memiliki bobot moral yang luar biasa mengingat Nihon Hidankyo baru saja memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 2024. Ketika menerima penghargaan prestisius tersebut, mereka menggunakan panggung global itu untuk secara lantang menyerukan kepada seluruh negara di dunia agar menghapuskan senjata nuklir untuk selamanya. Kini, seruan damai mereka seakan ditantang langsung oleh kebijakan AS yang justru ingin menghidupkan kembali eksperimen nuklir yang telah lama dihentikan.
Tragedi penggunaan senjata nuklir di Hiroshima dan Nagasaki pada akhir Perang Dunia II adalah satu-satunya peristiwa dalam sejarah di mana senjata pemusnah massal ini digunakan dalam konflik. Lebih dari 200.000 orang tewas dalam serangan tersebut, dan mereka yang selamat para hibakusha harus menjalani hidup selama puluhan tahun dengan trauma fisik, termasuk penyakit radiasi kronis, trauma psikologis yang mendalam, dan stigma sosial yang sering menyertai korban tragedi tersebut. Bagi mereka, perintah Trump adalah ancaman nyata atas kenangan dan perjuangan seumur hidup mereka.
Kecaman keras juga datang dari pimpinan daerah yang menjadi korban langsung bom atom. Shiro Suzuki, Wali Kota Nagasaki, mengecam perintah Trump dengan menyebutnya sebagai tindakan menginjak-injak upaya orang-orang di seluruh dunia yang telah bersusah payah mewujudkan dunia tanpa senjata nuklir.
Kritik Suzuki melangkah lebih jauh dengan menyentuh isu pencalonan Trump untuk Hadiah Nobel Perdamaian sebuah langkah yang sempat diutarakan oleh Perdana Menteri (PM) Jepang, Sanae Takaichi. Suzuki mempertanyakan moralitas dan kelayakan penghargaan tersebut bagi seorang pemimpin yang justru memerintahkan kelanjutan uji coba nuklir.
"Jika uji coba senjata nuklir segera dimulai, bukankah hal itu akan membuat dia (Trump) tidak layak menerima Hadiah Nobel Perdamaian?" ucap Suzuki saat berbicara kepada wartawan.
Pernyataan ini secara efektif menempatkan dilema kebijakan Trump pada skala etika tertinggi, mempertanyakan apakah tindakan yang berpotensi memicu perlombaan senjata baru dapat dibenarkan dengan penghargaan untuk perdamaian.
Dua kelompok penyintas bom atom lainnya yang berbasis di Hiroshima turut bergabung dalam gelombang protes ini, menunjukkan persatuan sikap melawan kebijakan nuklir AS. Kedua kelompok tersebut adalah Kongres Hiroshima Menentang Bom A-dan-H (Hiroshima Gensuikin) dan Federasi Asosiasi Korban Bom A Prefektur Hiroshima.
Dalam pernyataan bersama yang tegas, kedua organisasi tersebut menyatakan, Kami memprotes keras dan dengan tegas menuntut agar eksperimen semacam itu tidak dilakukan.
Mereka menggunakan pengalaman mengerikan yang disaksikan di kota mereka sendiri sebagai bukti tak terbantahkan tentang sifat senjata nuklir yang tidak manusiawi.
"Sifat senjata nuklir yang tidak manusiawi terbukti dari kehancuran yang disaksikan di Hiroshima dan Nagasaki," imbuh pernyataan bersama tersebut.
Sama seperti Nihon Hidankyo, kedua kelompok ini juga mengirimkan surat protes resmi mereka kepada Kedutaan Besar AS, memastikan pesan mereka didengar oleh perwakilan diplomatik Amerika di Jepang.
Perintah Trump ini dikhawatirkan tidak hanya akan memicu perlombaan senjata nuklir baru yang melibatkan kekuatan besar dunia, tetapi juga merusak perjanjian internasional yang telah lama menjaga stabilitas, seperti Perjanjian Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir (CTBT), meskipun AS belum meratifikasi CTBT, moratoriun uji coba nuklir telah berlangsung selama puluhan tahun dan menjadi norma global.
Protes dari para penyintas bom atom Jepang ini bukan sekadar tanggapan politik, melainkan sebuah seruan moral dan kemanusiaan dari mereka yang telah membayar harga tertinggi atas penggunaan senjata nuklir.
(Redaksi)