IDENESIA.CO - Seorang pria asal Irlandia, Paul Farrell (32), membagikan pengalaman menegangkannya saat terjatuh dari tebing curam Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat. Kisahnya kembali mencuat setelah tragedi yang menimpa Juliana Marins, pendaki asal Brasil, yang tewas setelah terjatuh dari gunung yang sama. Kejadian yang dialami Farrell terjadi pada Oktober 2024, ketika ia melakukan pendakian ke salah satu puncak gunung berapi tertinggi di Indonesia tersebut. Saat itu, ia terjatuh dari ketinggian sekitar 200 meter di medan yang dikenal curam dan berbahaya. Beruntung, ia berhasil selamat dalam insiden tersebut. Farrell menceritakan, pagi hari sebelum kecelakaan, ia memulai pendakian dari base camp dengan semangat. Medan di awal pendakian masih terasa mudah, namun rute menuju puncak terbukti jauh lebih menantang. “Tanah di sana sangat unik. Setiap kali saya melangkah maju, terasa seperti melangkah mundur dua langkah. Medannya berpasir karena merupakan gunung berapi, dan kaki bisa tenggelam saat melangkah,” ujarnya dalam wawancara dengan BBC News Brasil, dikutip Minggu (29/6/2025). Setelah berhasil mencapai puncak, Farrell merasa tidak nyaman karena kerikil kecil masuk ke dalam sepatu ketsnya. Ia pun memutuskan untuk berhenti sejenak, melepas sepatu dan sarung tangan demi mengeluarkan kerikil tersebut. Namun saat itulah musibah terjadi. Sebuah hembusan angin kencang menerbangkan sarung tangannya ke arah kawah. Dalam posisi berlutut di tanah yang rapuh, pijakan Farrell tiba-tiba runtuh. Ia pun terjatuh dari lereng gunung. “Seketika itu juga saya masuk ke dalam mode bertahan hidup. Kecepatan saya jatuh sangat cepat, adrenalin saya terpacu. Saya sadar, saya bisa mati kapan saja,” ungkapnya. Dalam kondisi panik dan terjatuh di medan curam, Farrell berupaya memperlambat laju tubuhnya dengan mencengkeram apapun yang ada di sekitarnya. Hingga akhirnya, ia berhasil menghentikan diri dengan menabrak sebuah batu besar. “Saya mencoba menancapkan kuku dan tangan saya ke tanah dan batu. Ketika melihat batu besar itu, saya mengarah kesana dan berhasil menghentikan laju jatuh,” terangnya. Meski telah selamat dari jatuh bebas, kondisi Farrell belum sepenuhnya aman. Ia berada di tengah jurang yang masih berisiko membuatnya tergelincir. Beruntung, ada satu pendaki wanita asal Perancis yang menyaksikan kejadian itu dan segera kembali ke base camp untuk meminta bantuan. Farrell memperkirakan ia harus bertahan di lokasi itu selama lima hingga enam jam sebelum tim penyelamat tiba. Dalam kondisi dingin dan lemah, ia hanya bisa berdoa agar bisa keluar dari situasi mengerikan tersebut. “Saya rela mematahkan lengan, kaki, bahkan semua tulang saya asal bisa keluar hidup-hidup dari sana. Saya bahkan sempat berpikir untuk membuat perjanjian dengan Tuhan atau Iblis,” ujarnya blak-blakan. Tim penyelamat yang kebetulan berada di dekat lokasi karena sedang menangani insiden pendaki lainnya berhasil mengevakuasinya. Mereka menggunakan tali darurat yang dibuat dari pakaian dan perlengkapan seadanya untuk menjangkau Farrell. Setelah berhasil dievakuasi, Farrell mengaku sangat lega dan bersyukur. Meskipun dikenal menyukai olahraga ekstrem, pengalaman tersebut hampir membuatnya trauma. “Saya sangat bersemangat saat akhirnya bisa keluar. Tapi itu benar-benar pengalaman yang membuat saya berpikir ulang soal olahraga ekstrem,” tutupnya. Kisah Farrell menjadi pengingat akan bahaya yang mengintai dalam aktivitas pendakian, sekaligus pentingnya kehati-hatian dan kesiapan dalam menghadapi kondisi alam yang tak terduga. (Redaksi)