IDENESIA.CO,INDIA - Kecelakaan tragis pesawat Air India AI171 yang jatuh hanya 1,5 kilometer dari landasan pacu Bandara Internasional Sardar Vallabhbhai Patel, Kamis (12/6), kembali menegaskan bahwa fase lepas landas adalah momen paling rentan dalam dunia penerbangan.
Sebanyak 241 orang dinyatakan tewas dalam insiden ini termasuk seluruh penumpang dan awak, serta sejumlah warga di kawasan permukiman yang tertimpa pesawat. Hingga kini, penyelidikan masih berlangsung untuk mengungkap penyebab jatuhnya Boeing 787-8 Dreamliner yang baru mengudara selama 30 detik itu.
Pakar penerbangan global menekankan bahwa detik-detik pertama setelah roda pesawat meninggalkan aspal adalah periode dengan margin keselamatan terkecil, dan insiden ini memperkuat hal tersebut.
“Jika terjadi kerusakan mesin atau konfigurasi yang salah, pilot hanya punya hitungan detik untuk mengambil tindakan. Tidak ada ruang manuver,” ujar Mohan Ranganathan, analis penerbangan senior asal India.
Kombinasi Faktor Risiko
Dari rekaman CCTV yang diverifikasi BBC, pesawat terlihat terbang rendah, hanya sempat mencapai 625 kaki sebelum menukik dan menghantam pemukiman padat.
Beberapa faktor yang tengah dianalisis antara lain:
Kemungkinan kegagalan mesin ganda, situasi sangat langka yang mengingatkan pada peristiwa “Miracle on the Hudson” tahun 2009 di AS.
Kontaminasi bahan bakar, yang dapat menyebabkan penyumbatan sistem distribusi bahan bakar pesawat.
Risiko tabrakan dengan burung, yang dikenal tinggi di bandara Ahmedabad—dengan 38 insiden tercatat pada 2022-2023.
Kesalahan konfigurasi flap, yakni bagian sayap yang membantu menghasilkan daya angkat pada kecepatan rendah.
Namun, menurut para ahli, seluruh skenario ini belum bisa dipastikan tanpa pembacaan kotak hitam dan investigasi penuh terhadap puing-puing pesawat.
Suhu panas ekstrem di Ahmedabad, yang saat kejadian mencapai 40°C, turut menjadi perhatian. Udara panas bersifat lebih tipis, mengurangi daya angkat dan menuntut performa maksimal dari mesin. Dalam kondisi demikian, pengaturan flap dan dorongan mesin harus tepat, atau pesawat akan kesulitan naik.
Selain itu, burung di sekitar bandara disebut sebagai masalah kronis.
“Lingkungan sekitar bandara penuh dengan faktor risiko. Kombinasi kondisi cuaca panas dan burung liar bisa menjadi bencana jika tidak diantisipasi,” ujar pilot senior India yang meminta identitasnya disamarkan.
Meskipun Boeing 787-8 Dreamliner dilengkapi dengan sistem peringatan otomatis seperti TOCW (Take-Off Configuration Warning), kesalahan manusia tetap menjadi faktor risiko, terutama saat tekanan tinggi di kokpit. Prosedur pemeriksaan manual—seperti pengaturan flap dan pemeriksaan bahan bakar masih bergantung pada ketelitian dan pengalaman awak pesawat.
“Kami tidak bisa sepenuhnya bergantung pada teknologi. Disiplin operasional dan perencanaan penerbangan tetap menjadi pertahanan pertama,” ungkap Marco Chan, mantan pilot dan analis keselamatan.
Pihak pemerintah India kini tengah bekerja sama dengan Boeing, GE Aerospace (produsen mesin), serta otoritas penerbangan AS dan Inggris untuk menyelidiki kasus ini. Sementara itu, Menteri Penerbangan Sipil India memerintahkan audit menyeluruh terhadap keamanan bandara yang berada di wilayah padat dan rawan gangguan satwa liar.
Dilansir dari BBCIndonesia
(Istimewa)