 
							        							            IDENESIA.CO - Krisis performa yang melanda Juventus akhirnya memakan korban. Setelah delapan pertandingan tanpa kemenangan dan empat laga tanpa mencetak gol, manajemen klub akhirnya mengambil keputusan tegas memecat pelatih Igor Tudor. Pengumuman resmi disampaikan pada Senin (27/10/2025) malam waktu setempat, hanya sehari setelah kekalahan 0-1 dari Lazio di Stadio Olimpico.
Keputusan ini sekaligus mengakhiri masa kerja tujuh bulan pelatih asal Kroasia tersebut, yang sempat dianggap sebagai sosok penyelamat musim lalu ketika berhasil membawa Bianconeri finis di empat besar Serie A dan mengamankan tiket Liga Champions. Namun, tekanan publik yang semakin besar serta tren negatif yang tak kunjung berhenti membuat manajemen kehilangan kesabaran.
Dalam pernyataannya, pihak klub menyebutkan bahwa pemutusan kontrak dilakukan secara resmi dan mencakup seluruh staf pelatih.
“Juventus FC mengumumkan telah membebastugaskan Igor Tudor sebagai pelatih kepala, beserta stafnya yang terdiri dari Ivan Javorcic, Tomislav Rogic, dan Riccardo Ragnacci,” demikian isi pengumuman klub.
“Kami berterima kasih atas profesionalisme dan dedikasi mereka selama beberapa bulan terakhir, dan mendoakan yang terbaik bagi karier mereka di masa depan.”
Tudor ditunjuk pada Maret 2025 untuk menggantikan Thiago Motta, yang saat itu dipecat setelah rentetan hasil buruk. Awalnya, langkah tersebut tampak tepat: Tudor mampu memulihkan performa tim, membangun kembali pertahanan yang solid, dan memanfaatkan potensi pemain muda seperti Kenan Yildiz dan Dean Huijsen. Juventus menutup musim dengan hasil impresif dan bahkan memperpanjang kontrak Tudor hingga 2027.
Namun, musim 2025/2026 justru menjadi titik balik suram. Setelah kemenangan 4-3 atas Inter Milan pada pertengahan September, performa Juventus anjlok drastis. Mereka gagal mencetak gol dalam empat pertandingan terakhir dan belum meraih kemenangan dalam delapan laga beruntun.
“Semua orang bertanggung jawab, kami harus bersatu dan berjuang bersama,” ujar Tudor usai kekalahan dari Lazio komentar yang kini terdengar seperti pesan perpisahan.
Kekalahan dari Lazio menjadi puncak dari tekanan internal dan eksternal. Para suporter mulai kehilangan kesabaran, sementara manajemen di bawah CEO baru Damien Comolli dinilai menginginkan arah sepak bola yang lebih progresif dan atraktif.
Diskusi internal berlangsung intensif setelah laga di Olimpico. Manajemen menilai gaya bermain Tudor terlalu konservatif dan gagal memaksimalkan potensi ofensif skuad. Dalam delapan laga terakhir, Juventus hanya mencetak dua gol statistik yang tak bisa diterima bagi klub sebesar mereka.
Menurut laporan Gazzetta dello Sport, Comolli dan direktur olahraga Cristiano Giuntoli akhirnya sepakat untuk mengakhiri kerja sama demi memberi kesempatan pada “arah baru yang lebih menyerang dan modern”.
Pasca pemecatan Tudor, Juventus langsung bergerak cepat. Tiga nama muncul di meja negosiasi: Luciano Spalletti, Roberto Mancini, dan Raffaele Palladino. Dari ketiganya, Spalletti menjadi kandidat terkuat.
Menurut laporan Sky Sport Italia, Juventus telah memulai negosiasi langsung dengan Spalletti pada hari yang sama. Mantan pelatih Napoli itu saat ini masih terikat kontrak dengan Federasi Sepak Bola Italia (FIGC) setelah memimpin tim nasional, tetapi kabarnya tengah berupaya membebaskan diri dari kesepakatan tersebut.
Spalletti dikabarkan terbuka menerima tawaran Juventus dengan kontrak awal hingga Juni 2026 dan opsi perpanjangan otomatis jika berhasil membawa klub lolos ke Liga Champions.
“Pembicaraan sudah memasuki tahap akhir,” tulis jurnalis Gianluca Di Marzio.
Rencananya, Juventus ingin Spalletti segera berada di bangku cadangan saat menghadapi Cremonese pada 1 November. Namun, jika negosiasi belum rampung, tim sementara akan dipimpin oleh pelatih interim.
Sambil menunggu pelatih baru, Juventus menunjuk Massimo Brambilla, pelatih Juventus Next Gen (tim U-23), sebagai pelatih karteker. Brambilla dianggap sosok yang mampu menenangkan ruang ganti dan memberi stabilitas dalam masa transisi.
Pelatih berusia 51 tahun itu dikenal dengan gaya permainan berbasis penguasaan bola dan pressing cepat. Ia pernah membawa Juventus Next Gen mencapai final Coppa Italia Serie C serta finis terbaik di liga dengan peringkat ketujuh.
Kembalinya Brambilla ke tim utama dianggap langkah logis oleh manajemen, terutama karena ia punya rekam jejak baik dalam mengembangkan pemain muda seperti Yildiz dan Huijsen dua nama yang kini jadi tulang punggung skuad senior.
Juventus akan menjalani tiga laga berat dalam sepekan ke depan menghadapi Udinese, kemudian Cremonese, dan duel penting kontra Sporting CP di Liga Champions. Bagi Brambilla, ini bukan hanya ujian sementara, tetapi juga ajang audisi untuk menunjukkan kemampuannya memimpin tim utama.
Pemecatan Tudor menandai akhir babak singkat yang penuh harapan namun gagal memenuhi ekspektasi. Juventus kini berada di fase transisi penting, mencari pelatih yang bisa mengembalikan identitas sepak bola menyerang dan dominan ciri khas klub yang selama bertahun-tahun menuntut lebih dari sekadar kemenangan.
(Redaksi)