IMG-LOGO
Home Travel KLH Segel Tambang Nikel di Pulau Kecil Raja Ampat, Hanif: Ada Pelanggaran Serius Lingkungan
travel | umum

KLH Segel Tambang Nikel di Pulau Kecil Raja Ampat, Hanif: Ada Pelanggaran Serius Lingkungan

oleh VNS - 08 Juni 2025 15:40 WITA
IMG
Penampakan kondisi Pulau Gag, Kepulauan Raja Ampat. Foto/Dok/Greenpeace.

IDENESIA.CO - Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) resmi menyegel sejumlah lokasi tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, setelah ditemukan pelanggaran serius terhadap aturan lingkungan dan kehutanan.

Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menegaskan penyegelan dilakukan sebagai bagian dari penegakan hukum terhadap perusahaan-perusahaan tambang yang beroperasi di pulau-pulau kecil secara tidak sesuai dengan kaidah lingkungan.

Langkah ini dilakukan setelah inspeksi langsung KLH ke lokasi pada 26–31 Mei 2025, yang menemukan pencemaran dan pelanggaran perizinan oleh empat dari lima perusahaan yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) di wilayah tersebut.

"Ini agak serius kondisinya untuk Pulau Manuran, terutama karena selain pulaunya kecil, kegiatan penambangan dilakukan kurang hati-hati sehingga menimbulkan potensi pencemaran lingkungan," kata Hanif dalam jumpa pers di Hotel Pullman, Jakarta, Minggu (8/6).

Salah satu temuan paling signifikan adalah pada lokasi tambang PT Anugerah Surya Pratama (ASP) di Pulau Manuran. Luas area IUP mencapai 1.173 hektare dengan bukaan tambang 109,23 hektare.

 KLH menyebut rehabilitasi di wilayah ini akan sulit dilakukan karena skala pulau yang kecil dan kerusakan sudah terjadi akibat jebolnya settling pond, yang mengakibatkan kekeruhan tinggi di wilayah pesisir.

Hanif juga menyoroti ketiadaan dokumen AMDAL di kementeriannya meskipun disebut telah diterbitkan oleh Bupati Raja Ampat sejak 2006.

“Ini menimbulkan konsekuensi lingkungan dan hukum. Sudah dipasang papan penyegelan sebagai bentuk penindakan,” ujar Hanif.

Temuan pelanggaran juga terjadi pada PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) yang beroperasi di Pulau Kawe. Perusahaan ini membuka tambahan lahan 5 hektare di luar izin Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). KLH menyebut pelanggaran ini bisa dikenakan sanksi pidana lingkungan hidup karena melebihi batas izin.

Sementara itu, PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) didapati melakukan eksplorasi tanpa izin PPKH dan tanpa dokumen persetujuan lingkungan.

KLH menemukan 10 titik kegiatan eksplorasi di Pulau Manyaifun dan Pulau Batang Pele tanpa dasar hukum yang sah.

“Kami hentikan seluruh kegiatan eksplorasi PT MRP karena belum ada izin lingkungan yang sah,” ujar Hanif.

Berbeda dengan perusahaan lain, PT GAG Nikel  anak usaha Antam tidak disegel. KLH menilai perusahaan ini relatif patuh terhadap aturan lingkungan. Dari total 6.030 hektare IUP di Pulau Gag, bukaan tambang yang terpantau hanya 187,87 hektare, dan tidak ditemukan kerusakan serius melalui citra satelit dan drone.

Namun Hanif tetap menekankan bahwa izin lingkungan PT GAG Nikel akan dikaji ulang, merujuk pada dua putusan hukum penting: Putusan MA Nomor 57P/HUM/2022 dan Putusan MK Nomor 35/PUU-XXI/2023, yang secara tegas melarang tambang di pulau kecil.

"Putusan itu memperjelas bahwa kegiatan penambangan di pulau kecil dilarang tanpa syarat. Ini akan jadi dasar hukum yang kuat untuk peninjauan ulang izin-izin tambang,” ucap Hanif.

Hanif menyebut proses hukum selanjutnya akan melibatkan pengujian laboratorium terhadap sampel, pemeriksaan ahli, serta diskusi lintas kementerian termasuk Kementerian ESDM, Kehutanan, dan Kelautan Perikanan (KKP).

“Langkah selanjutnya bisa berupa sanksi pidana, perdata, atau administratif. Tapi butuh proses yang hati-hati dan bukti lengkap,” katanya.

Dengan penyegelan ini, KLH mengirim sinyal tegas bahwa aktivitas pertambangan di pulau-pulau kecil yang melanggar aturan tidak akan ditoleransi. Namun di sisi lain, koordinasi antar-lembaga tetap dibutuhkan agar penegakan hukum berjalan efektif dan sesuai konstitusi.

(Redaksi)