IDENESIA.CO - Dunia olahraga internasional kembali diguncang keputusan mengejutkan. Komite Olimpiade Internasional (IOC) secara resmi mendesak seluruh federasi olahraga dunia untuk menangguhkan penyelenggaraan event olahraga di Indonesia hingga waktu yang belum ditentukan. Langkah drastis ini diambil menyusul keputusan pemerintah Indonesia yang menolak pemberian visa bagi atlet Israel peserta World Artistic Gymnastics Championships atau Kejuaraan Dunia Senam Artistik 2025 yang digelar di Jakarta bulan ini.
Dalam pernyataan resmi yang dirilis di Lausanne, Swiss, IOC menegaskan keputusan itu bukan hanya bentuk teguran, melainkan juga suspensi terhadap segala bentuk kerja sama potensial Indonesia dengan lembaga olahraga global, termasuk pembicaraan mengenai penawaran Indonesia sebagai tuan rumah Olimpiade 2036.
“Kami memutuskan untuk menghentikan seluruh diskusi terkait tawaran potensial Indonesia menjadi tuan rumah Olimpiade hingga Pemerintah Indonesia memberikan jaminan tertulis bahwa semua atlet, tanpa memandang kewarganegaraan, akan memenuhi syarat untuk berkompetisi di masa depan,” tulis pernyataan resmi IOC, Rabu (22/10/2025).
Keputusan Indonesia untuk menolak visa bagi atlet Israel terjadi di tengah meningkatnya ketegangan global akibat operasi militer Israel di Jalur Gaza. Pemerintah Indonesia, yang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, menyatakan sikap politiknya sejalan dengan dukungan terhadap Palestina.
Namun, keputusan itu ternyata berbuntut panjang. Seorang pesenam Israel yang dijadwalkan tampil dalam kejuaraan dunia di Jakarta tidak dapat berpartisipasi karena permohonan visanya ditolak. Federasi Senam Dunia (FIG) segera melaporkan insiden tersebut kepada IOC dan menyebutnya sebagai pelanggaran terhadap prinsip dasar Olimpiade, yakni non-diskriminasi dan netralitas olahraga.
Federasi Senam Israel pun mengecam keras langkah Indonesia. Dalam pernyataannya, mereka menyebut keputusan ini mengejutkan dan memilukan, terutama karena event tersebut seharusnya menjadi ajang kualifikasi menuju Olimpiade 2028.
“Atlet kami telah berlatih bertahun-tahun untuk momen ini. Menolak partisipasi hanya karena paspor yang mereka pegang adalah bentuk diskriminasi,” kata juru bicara Federasi Senam Israel, dikutip dari The Times of Israel.
Sementara itu, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) menjelaskan bahwa keputusan tersebut diambil atas dasar pertimbangan politik luar negeri, bukan karena sikap anti terhadap individu atlet.
Seorang pejabat Kemlu menyebut, penolakan visa bagi kontingen Israel adalah konsistensi terhadap politik luar negeri Indonesia yang mendukung kemerdekaan Palestina dan menolak segala bentuk normalisasi hubungan dengan Israel.
“Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel dan hal ini telah menjadi sikap politik yang dipegang sejak awal kemerdekaan. Ini bukan bentuk diskriminasi terhadap atlet, melainkan posisi politik negara terhadap situasi global,” ujar sumber di Kemlu.
Meski begitu, langkah ini mendapat kritik dari kalangan pemerhati olahraga. Mereka menilai bahwa campur tangan politik dalam olahraga justru berpotensi merugikan atlet dan citra Indonesia di kancah dunia.
“Kita bisa mendukung Palestina tanpa harus mengorbankan reputasi olahraga nasional. Dunia internasional melihatnya sebagai pelanggaran prinsip fair play,” kata analis olahraga dari Lembaga Kajian Sport Diplomacy, Rizal Satriawan, di Jakarta.
Keputusan IOC ini menjadi pukulan telak bagi ambisi besar Indonesia yang selama beberapa tahun terakhir aktif mengkampanyekan diri sebagai kandidat tuan rumah Olimpiade Musim Panas 2036. Indonesia bahkan telah membentuk Komite Penawaran Olimpiade (Bid Committee) dan menjalin komunikasi dengan IOC sejak 2023.
Namun dengan adanya penangguhan semua diskusi dan kerja sama, peluang Indonesia kini terancam pupus. IOC menyatakan suspensi ini akan berlaku hingga pemerintah Indonesia memberikan jaminan tertulis tentang netralitas dan keterbukaan bagi semua atlet internasional, termasuk dari negara-negara tanpa hubungan diplomatik.
“Olimpiade adalah simbol persatuan global. Jika sebuah negara tidak bisa menjamin semua atlet diterima tanpa diskriminasi, maka negara tersebut tidak memenuhi kriteria dasar tuan rumah,” ujar perwakilan IOC.
Keputusan IOC memicu reaksi beragam di dalam negeri. Sejumlah anggota Komisi X DPR RI menyayangkan langkah IOC yang dianggap terlalu keras, sementara sebagian pihak mendukung sikap tegas pemerintah Indonesia yang konsisten mendukung Palestina.
Sementara itu, KONI Pusat dan KOI (Komite Olimpiade Indonesia) disebut tengah melakukan komunikasi dengan IOC untuk menjelaskan posisi Indonesia dan mencari jalan tengah. Ketua KOI menegaskan pihaknya akan mengupayakan diplomasi olahraga agar Indonesia tidak kehilangan kepercayaan di dunia internasional.
“Kami berupaya agar IOC memahami konteks politik dan tidak menghukum atlet Indonesia. Olahraga seharusnya menjadi jembatan perdamaian, bukan alat perpecahan,” ujar Ketua KOI dalam pernyataan tertulis.
Keputusan IOC ini tidak hanya memengaruhi rencana jangka panjang Indonesia di arena olahraga global, tetapi juga menghadirkan dilema antara diplomasi politik dan diplomasi olahraga. Kini, masa depan ambisi Olimpiade 2036 dan reputasi Indonesia di mata dunia tengah berada di ujung keseimbangan antara prinsip solidaritas dan komitmen terhadap semangat sportivitas universal.
(Redaksi)