IDENESIA.CO - Ketua Umum Komite Olimpiade (NOC) Indonesia, Raja Sapta Oktohari, dijadwalkan akan terbang ke Lausanne, Swiss, untuk bertemu langsung dengan Komite Olimpiade Internasional (IOC) pada Selasa, 28 Oktober 2025.
Pertemuan tingkat tinggi ini merupakan langkah mendesak yang diambil NOC Indonesia sebagai tindak lanjut dari penolakan visa yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia terhadap atlet Israel yang seharusnya berlaga di Kejuaraan Dunia Senam Artistik 2025 di Jakarta.
Penolakan visa ini telah memicu sanksi dari IOC, termasuk penangguhan dialog dengan NOC Indonesia mengenai rencana masa depan Indonesia menjadi tuan rumah Olimpiade. Selain itu, IOC juga merekomendasikan kepada seluruh federasi internasional untuk tidak menggelar kompetisi olahraga internasional atau rapat apa pun di Indonesia. Sanksi ini jelas mengancam posisi dan ambisi Indonesia di kancah olahraga global.
Raja Sapta Oktohari menegaskan bahwa komunikasi langsung ini sangat diperlukan agar IOC dapat memahami secara utuh situasi politik dan konstitusional yang dihadapi Indonesia saat ini.
"Kami akan membahas banyak hal, termasuk keputusan terbaru IOC," kata Raja Sapta Oktohari, Sabtu (25/10/2025), seraya menambahkan bahwa penolakan visa terhadap atlet Israel dapat memengaruhi posisi Indonesia di dunia olahraga internasional.
Ia menyoroti bahwa IOC hingga kini belum melakukan komunikasi langsung dengannya. Oleh karena itu, pertemuan di Lausanne nanti akan menjadi langkah kunci untuk membuka dialog yang konstruktif dan menjembatani kesenjangan pemahaman antara prinsip-prinsip Olimpiade dan realitas hukum serta politik di Indonesia.
Raja Sapta Oktohari berharap pertemuan ini dapat memastikan tindakan Indonesia tetap konsisten dengan prinsip-prinsip Olimpiade, sekaligus menjaga keberlangsungan partisipasi Indonesia dalam ajang olahraga global di masa depan.
Meskipun mendapat sanksi dari IOC, keputusan pemerintah untuk tidak memberikan visa kepada atlet Israel mendapat pembelaan tegas dari Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Erick Thohir. Menpora menekankan bahwa pembatalan visa tersebut sudah sesuai dengan hukum internasional dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Erick Thohir menjelaskan bahwa langkah tersebut diambil bukan tanpa pertimbangan, melainkan bertujuan untuk melindungi keamanan, ketertiban umum, dan kewajiban internasional Indonesia yang berpihak pada kemerdekaan Palestina. Sikap ini berpegang pada garis politik luar negeri yang diwariskan oleh para pendiri bangsa. Dengan demikian, pemerintah merasa keputusannya adalah cerminan dari komitmen konstitusional negara.
Kejadian ini semakin menjadi sorotan dunia mengingat atlet Israel yang visanya ditolak adalah sosok penting di dunia senam, termasuk Artem Dolgopyat, juara bertahan Kejuaraan Dunia Senam Artistik 2024 dan peraih medali emas Olimpiade 2020. Kejuaraan Dunia Senam Artistik 2025 sendiri telah dilangsungkan di Indonesia Arena, Jakarta, dari 19 hingga 25 Oktober 2025, tanpa kehadiran kontingen Israel.
Penangguhan dialog oleh IOC terkait rencana tuan rumah Olimpiade menunjukkan ancaman nyata terhadap ambisi Indonesia. Indonesia telah lama berupaya menjadi tuan rumah pesta olahraga terbesar dunia. Sanksi ini dapat secara signifikan menghambat upaya lobi dan persiapan yang telah dilakukan.
Apalagi, rekomendasi IOC kepada federasi-federasi internasional untuk tidak menggelar kompetisi di Indonesia bisa berdampak buruk pada kalender olahraga nasional dan internasional yang telah direncanakan.
Keputusan NOC Indonesia untuk bertemu langsung dengan IOC di Lausanne adalah upaya terakhir untuk mencegah eskalasi sanksi yang lebih berat. Keterbukaan dan penjelasan yang komprehensif dari Raja Sapta Oktohari diharapkan dapat melunakkan sikap IOC. Indonesia perlu menunjukkan bahwa penolakan visa adalah kebijakan yang terpaksa diambil berdasarkan dasar hukum dan politik yang kuat, bukan sebagai bentuk diskriminasi dalam olahraga.
Tantangan terbesar Raja Sapta Oktohari adalah mencari titik temu antara prinsip non-diskriminasi IOC dan prinsip politik luar negeri Indonesia. Keterbatasan ruang diplomatik dalam isu Israel-Palestina menempatkan NOC Indonesia dalam posisi yang sangat sulit. Pertemuan ini akan menguji kemampuan diplomasi olahraga Indonesia untuk melindungi atletnya dari dampak sanksi, sembari tetap menghormati kebijakan pemerintah.
Hasil dari pertemuan 28 Oktober 2025 di Lausanne ini akan sangat menentukan masa depan Indonesia sebagai tuan rumah event olahraga global. Masyarakat Indonesia, terutama komunitas olahraga, menantikan hasil dari dialog ini dengan harapan yang besar agar sanksi yang dijatuhkan IOC dapat segera dicabut atau setidaknya diringankan. Kegagalan dalam pertemuan ini dapat berimplikasi pada isolasi Indonesia dari ekosistem olahraga internasional.
(Redaksi)