IDENESIA.CO - Ketegangan kawasan Timur Tengah terus memuncak setelah Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran melancarkan serangan rudal yang diklaim menghantam pusat-pusat vital intelijen Israel di Tel Aviv dan Herzliya.
Serangan ini menjadi babak baru dalam eskalasi konflik menyusul serangan Israel ke wilayah Iran pekan lalu.
Dalam pernyataan resmi yang dirilis Selasa dini hari (17/6), IRGC menyatakan bahwa rudal mereka berhasil menembus sistem pertahanan canggih Israel dan menghancurkan fasilitas penting milik badan intelijen Mossad serta direktorat militer AMAN.
“Gedung-gedung yang digunakan untuk merancang operasi pembunuhan dan sabotase kini terbakar,” sebut pernyataan IRGC.
Serangan ini disebut sebagai bagian dari rangkaian balasan Iran sejak 13 Juni lalu, setelah Israel menyerang sejumlah target di dalam negeri Iran, termasuk situs militer dan pemukiman warga sipil. Pemerintah Iran menyebut setidaknya 45 warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak, turut menjadi korban serangan tersebut.
Meski klaim kerusakan besar disampaikan pihak Iran, hingga kini pemerintah Israel belum mengeluarkan konfirmasi resmi. Namun, sejumlah laporan media internasional menyebut adanya dampak nyata di wilayah Tel Aviv dan Herzliya. Gambar bus yang terbakar dan gedung rusak mulai tersebar, meski sensor militer Israel melarang publikasi gambar atau rincian lokasi yang dikategorikan “sensitif”.
Pengamat menilai, klaim Iran menyasar langsung jantung sistem intelijen Israel menunjukkan eskalasi strategis dalam konflik kedua negara.
“Ini bukan sekadar simbolik. Bila benar Mossad atau AMAN terdampak, ini merupakan pesan serius Iran terhadap operasi rahasia Israel,” ujar seorang analis keamanan regional kepada media asing.
Sementara itu, laporan awal menyebutkan sekitar lima warga Israel terluka ringan saat berlindung dari gelombang serangan rudal yang diluncurkan Iran. Namun hingga kini belum ada pernyataan resmi dari pihak Tel Aviv terkait kondisi dan dampak serangan di lokasi yang disasar IRGC.
Situasi di kawasan kini dalam kewaspadaan tinggi, sementara diplomasi internasional tampak belum mampu meredakan ketegangan dua negara bersenjata besar di kawasan yang telah lama bergejolak ini.
(Redaksi)