IMG-LOGO
Home Nasional Provinsi Dinilai Lambat, Pemkot Samarinda Siap Ambil Alih Penanganan Banjir
nasional | umum

Provinsi Dinilai Lambat, Pemkot Samarinda Siap Ambil Alih Penanganan Banjir

oleh VNS - 12 Juni 2025 14:40 WITA
IMG
Kepala Bidang Sumber Daya Air (SDA) PUPR Samarinda, Hendra (Istimewa)

IDENESIA.CO - Di tengah sorotan atas keberhasilan mengurangi genangan di sejumlah kawasan, Dinas PUPR Kota Samarinda mengingatkan publik bahwa pekerjaan rumah dalam pengendalian banjir masih panjang. Sejumlah wilayah strategis masih rentan tergenang, bahkan saat hujan tak terlalu deras.

Meski sejumlah titik seperti Simpang Lembuswana dan Jalan Sempaja menunjukkan perbaikan dalam pengendalian banjir, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Samarinda menegaskan bahwa sistem drainase kota ini masih jauh dari kata selesai.

“Simpang Lembuswana memang kelihatan membaik, tapi itu belum selesai. Masih banyak jaringan drainase dan kolam yang belum terhubung ke sistem utama,” ujar Hendra, Kepala Bidang Sumber Daya Air (SDA) PUPR Samarinda, Rabu (11/6/2025).

Menurutnya, banjir yang masih terjadi di kawasan seperti Juanda, Fly Over, Suryanata, Gerilya, hingga Kadrie Oening dan Antasari menunjukkan bahwa banyak jalur air belum terkoneksi secara menyeluruh ke Sungai Karangmumus sebagai outlet utama.

“Contohnya di Simpang Empat Sempaja, genangan bisa muncul meski sebelumnya hujan tidak menyebabkan banjir. Ini artinya masih ada aliran air yang buntu atau belum lancar,” jelas Hendra.

Hendra juga menyoroti keterlibatan pemerintah provinsi dan Balai Wilayah Sungai (BWS) yang menurutnya belum maksimal. Beberapa proyek penting seperti normalisasi Sungai Rapak Binuang dan saluran bawah Jalan PM Noor belum juga tersentuh.

Untuk mengatasi kendala tersebut, Wali Kota Samarinda dikabarkan telah menyatakan kesiapan untuk mengambil alih pengerjaan jika proses dari provinsi tak kunjung berjalan. Bahkan, pengajuan anggaran untuk tahun 2026 telah disiapkan sebagai langkah antisipatif.

“Target tahun ini kami bangun kolam penahan air di atas lahan 5 hektare. Ada potensi tambahan 10 hektare, tapi totalnya baru 7–8 hektare. Target idealnya 70 hektare, jadi masih jauh,” bebernya.

Kenaikan muka air laut dan perubahan iklim yang memicu curah hujan ekstrem menjadi faktor baru yang memperparah persoalan. Beberapa tanggul disebut sudah tidak mampu menahan debit air, bahkan saat puncak banjir belum mencapai level maksimum.

“Tanggul-tanggul kemarin sempat terendam. Artinya, desain lama sudah tidak relevan lagi. Kita harus evaluasi dan sesuaikan desain ke depan,” tegas Hendra.

Dengan anggaran SDA dari APBD sekitar Rp200 miliar dan bantuan tambahan Rp400 miliar, pengendalian banjir di Samarinda tetap menghadapi tantangan besar. Khusus untuk penanganan Sungai Karangmumus saja, BWS memperkirakan kebutuhan anggaran mencapai Rp900 miliar.

“Tanpa dukungan lintas sektor dan kepastian pendanaan, penyelesaian sistem drainase dari hulu ke hilir tidak akan bisa tercapai dalam waktu dekat,” pungkasnya.

(Redaksi)