IDENESIA.CO - Pemerintah Israel menolak klaim Presiden Sementara Suriah, Ahmed Al-Sharaa, yang berjanji melindungi etnis Druze dan kaum minoritas lain pasca-bentrokan sektarian mematikan di Provinsi Sweida. Israel menilai Suriah di bawah kepemimpinan Al-Sharaa justru menjadi tempat yang sangat berbahaya bagi kelompok minoritas.
“Intinya, Di Suriah yang dikuasai Al-Sharaa, sangat berbahaya menjadi anggota minoritas Kurdi, Druze, Alawi, atau Kristen, hal ini telah terbukti berulang kali selama enam bulan terakhir. Masyarakat internasional memiliki kewajiban untuk menjamin keamanan dan hak-hak minoritas di Suriah, dan menerima Suriah yang baru ke dalam komunitas global hanya jika ada perlindungan bagi mereka," tegas Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Saar, melalui akun X miliknya, Minggu (20/7/2025), seperti dikutip BBC.
Bentrok sektarian di Provinsi Sweida telah menewaskan lebih dari 900 orang sejak Minggu pekan lalu. Konflik pecah antara kelompok Druze dan Badui Arab, serta melibatkan pasukan pemerintah Suriah yang dipimpin kelompok Islamis, suku-suku bersenjata, dan intervensi militer dari berbagai pihak termasuk Israel.
Menurut Observatorium Hak Asasi Manusia Suriah (SOHR) yang berbasis di Inggris, bentrokan bermula dari penculikan seorang pedagang Druze di jalan raya menuju Damaskus. Kekerasan kemudian meluas dan memicu intervensi militer, termasuk serangan udara Israel terhadap pasukan Kementerian Pertahanan Suriah di Sweida dan Damaskus pada awal pekan ini.
Israel mengklaim serangan tersebut dilakukan untuk memaksa penarikan pasukan Suriah yang dituduh melakukan eksekusi singkat dan pelanggaran terhadap warga sipil Druze. Israel, yang memiliki komunitas Druze besar di dalam negeri, menegaskan langkah itu dilakukan untuk membela kelompok minoritas tersebut.
Pasukan Kementerian Dalam Negeri Suriah mulai dikerahkan ke wilayah inti Druze pada Sabtu (19/7) setelah tercapai kesepakatan gencatan senjata yang dimediasi oleh Amerika Serikat. Kesepakatan ini bertujuan mencegah intervensi militer Israel lebih lanjut.
Utusan khusus AS untuk Suriah, Tom Barrack, mengumumkan gencatan senjata pada Jumat (18/7). “Kami menyerukan kepada Druze, Badui, dan Sunni untuk meletakkan senjata mereka, serta bersama dengan minoritas lainnya membangun identitas Suriah yang baru, bersatu dalam perdamaian dan kesejahteraan dengan negara-negara tetangganya,” kata Barrack.
Situasi di Suriah semakin tidak stabil sejak kelompok Islam Sunni yang dipimpin Al-Sharaa menggulingkan Bashar Al-Assad pada Desember 2024. Assad, yang dikenal sebagai sekutu Iran, digantikan oleh rezim baru yang dinilai lemah dalam menjaga stabilitas keamanan dan hak-hak minoritas.
Sejumlah analis menyebut langkah Israel bukan hanya untuk melindungi komunitas Druze, tetapi juga untuk melemahkan militer Suriah yang kini berada di posisi rentan.
(Redaksi)