IMG-LOGO
Home Internasional Iran Tuding AS Gunakan Program Nuklir sebagai Alat Konfrontasi
internasional | umum

Iran Tuding AS Gunakan Program Nuklir sebagai Alat Konfrontasi

oleh VNS - 30 Juli 2025 14:29 WITA
IMG
Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei (Foto:Ist)

IDENESIA.CO - Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, kembali melontarkan kritik tajam terhadap Amerika Serikat dalam pernyataan publiknya pada Selasa (29/7/2025). Ia menegaskan bahwa polemik seputar program nuklir Iran hanyalah dalih yang digunakan Washington untuk menekan dan memusuhi Republik Islam Iran secara politis dan strategis.

"Semua pembicaraan mereka tentang isu nuklir, pengayaan uranium, dan hak asasi manusia hanyalah dalih. Yang sebenarnya membuat mereka geram adalah kenyataan bahwa Republik Islam mampu melahirkan ide-ide baru dalam bidang sains dan pengetahuan, baik humaniora, teknik, maupun keilmuan agama," ujar Khamenei.

Pernyataan tersebut muncul di tengah stagnasi proses diplomatik antara Iran dan Amerika Serikat terkait program nuklir Teheran. Sebelumnya, kedua negara telah menjalani lima putaran perundingan yang dimediasi oleh Oman, namun rencana pertemuan keenam yang semula dijadwalkan pada 15 Juni batal dilaksanakan. Penyebabnya adalah meningkatnya eskalasi regional, termasuk serangan militer Israel ke wilayah Iran serta pemboman oleh AS terhadap fasilitas nuklir Iran.

Iran secara tegas menolak tuduhan Barat bahwa negara tersebut tengah secara diam-diam mengembangkan senjata nuklir. Pemerintah Teheran menyatakan bahwa program nuklirnya murni untuk tujuan damai dan siap melanjutkan dialog dengan Washington, namun tanpa prasyarat politik.

Sikap keras juga ditegaskan oleh Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Esmaeil Baghaei, yang menyatakan bahwa saat ini belum ada rencana pembicaraan baru dengan AS, karena menurutnya, syarat untuk melanjutkan konsultasi belum terpenuhi. Ia menekankan bahwa Iran akan tetap mempertahankan haknya untuk pengayaan uranium, yang selama ini menjadi titik krusial dalam setiap negosiasi.

Sementara itu, Iran dan negara-negara Eropa (UE3) yakni Prancis, Jerman, dan Inggris kembali membuka jalur perundingan di Istanbul pada 25 Juli, menandai pertama kalinya dialog dilakukan sejak berakhirnya “perang 12 hari” antara Iran dan Israel. Namun, perundingan tersebut berlangsung dalam bayang-bayang ancaman sanksi dari UE3 jika kesepakatan nuklir yang baru tidak tercapai sebelum akhir musim panas.

Sebagai respons atas tekanan tersebut, parlemen Iran kini tengah merancang undang-undang yang memungkinkan negara itu keluar dari Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT) sebuah langkah drastis yang disebut akan diambil jika sanksi terhadap Iran diberlakukan kembali oleh pihak Eropa, merujuk pada kesepakatan nuklir tahun 2015 (JCPOA) yang secara teknis masih berlaku namun mandek dalam implementasi.

(Redaksi)