IDENESIA.CO - Pemerintahan koalisi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kembali diguncang. Salah satu pilar utama koalisi, partai ultra-ortodoks United Torah Judaism (UTJ), mengumumkan pengunduran diri mereka dari kabinet. Langkah ini dilakukan sebagai protes terhadap kebijakan pemerintah terkait rancangan undang-undang wajib militer, yang dinilai mengancam status tradisional komunitas religius mereka.
UTJ, yang terdiri dari dua faksi utama Degel HaTorah dan Agudat Yisrael telah lama memperjuangkan pengecualian wajib militer bagi para pemuda Yahudi ultra-ortodoks yang memilih mendalami teks-teks suci Taurat di seminari keagamaan (yeshiva), ketimbang bergabung dalam angkatan bersenjata.
Namun, ketegangan memuncak ketika pemerintah dianggap tidak menepati janji untuk melindungi hak para pelajar seminari tersebut dari kewajiban militer.
“Setelah pemerintah berulang kali melanggar komitmennya untuk menjamin status para pelajar seminari Yahudi, kami dengan ini menyatakan pengunduran diri dari koalisi dan pemerintahan,” demikian bunyi pernyataan resmi faksi Degel HaTorah, Rabu (16/7/2025).
Pengunduran diri tersebut akan resmi berlaku dalam waktu 48 jam, dan secara langsung akan menggerus kekuatan mayoritas Netanyahu di Knesset (parlemen Israel). Saat ini, pemerintahan Netanyahu hanya mengandalkan mayoritas tipis untuk mempertahankan stabilitas di tengah berbagai tekanan politik dan militer.
Kondisi ini memperparah posisi politik Netanyahu yang sebelumnya sudah tergantung pada dukungan partai-partai sayap kanan ekstrem, seperti Otzma Yehudit dan Religious Zionism. Kedua partai tersebut kerap menentang kebijakan kompromi, termasuk dalam negosiasi gencatan senjata dengan Hamas di Gaza, dan beberapa kali mengancam untuk menarik diri dari pemerintahan.
Ketergantungan yang semakin besar pada kelompok-kelompok garis keras ini dapat memperkecil ruang diplomasi Netanyahu dalam upaya menyelesaikan konflik berkepanjangan di Gaza, dan memperdalam keterbelahan politik dalam negeri antara kelompok religius, sekuler, serta kelompok moderat.
Situasi ini memperkuat spekulasi bahwa Israel dapat menghadapi pemilu dini, jika Netanyahu gagal menjaga kestabilan koalisi atau membentuk aliansi baru yang lebih solid.
Hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari kantor Perdana Menteri Netanyahu atas pengunduran diri tersebut. Namun langkah UTJ diperkirakan akan memicu negosiasi intensif di kalangan elite politik Israel dalam beberapa hari ke depan, demi mencegah runtuhnya pemerintahan.
(Redaksi)