IDENESIA.CO - Ketegangan antara Amerika Serikat dan China memanas ke dunia pendidikan. Sejumlah pendukung garis keras Presiden Donald Trump menyerukan pengusiran putri Presiden China, Xi Jinping, dari wilayah AS, menyusul kebijakan pemerintah yang mencabut visa mahasiswa China.
Langkah ini dipicu oleh pengumuman Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio, yang menyatakan bahwa pemerintah mulai mencabut visa mahasiswa asal China, khususnya mereka yang dianggap berafiliasi dengan Partai Komunis China (PKC) atau menempuh studi di bidang-bidang strategis.
“AS akan mulai mencabut visa mahasiswa China, termasuk mereka yang memiliki hubungan dengan Partai Komunis China atau belajar di bidang-bidang penting,” tulis Rubio di platform X, Kamis (29/5/2025).
Salah satu yang paling vokal adalah Laura Loomer, aktivis sayap kanan pendukung gerakan MAGA (Make America Great Again). Dalam cuitan kontroversialnya, Loomer menuntut agar Xi Mingze, putri Xi Jinping yang dilaporkan kuliah di Universitas Harvard, segera dideportasi.
“Ayo! Deportasi Putri Xi Jinping! Dia tinggal di Massachusetts dan kuliah di Harvard!” tulis Loomer dalam cuitan yang kini viral.
Ia bahkan mengklaim bahwa pengawal pribadi Xi Mingze merupakan personel militer China, dan menyebut keberadaannya di AS sebagai ancaman serius.
“Sumber-sumber mengatakan kepada saya bahwa pengawal PLA (Tentara Pembebasan Rakyat) menyediakan keamanan pribadi untuknya di tanah AS di Massachusetts!” imbuhnya.
Meski tak ada pernyataan resmi dari pemerintah soal keberadaan Xi Mingze, laporan sejumlah media China menyebut bahwa putri Presiden China itu telah menempuh pendidikan di Harvard dengan nama samaran sejak beberapa tahun lalu.
Bagi kelompok konservatif pro-Trump, kehadiran Xi Mingze di salah satu universitas elite AS melambangkan pengaruh diam-diam Beijing di jantung lembaga pendidikan Amerika.
Desakan deportasi terhadap Xi Mingze dinilai sebagai bagian dari strategi tekanan terhadap China di tengah ketegangan dagang, isu Taiwan, hingga perang teknologi.
Sejumlah pengamat menilai retorika semacam ini bisa meningkatkan ketegangan diplomatik AS–China secara drastis. “Menggunakan figur keluarga pemimpin negara sebagai target politik adalah praktik berbahaya,” ujar James Halpert, peneliti hubungan internasional di Johns Hopkins University.
Sementara itu, Kedutaan Besar China di Washington masih belum memberikan komentar terkait laporan keberadaan Xi Mingze maupun seruan deportasi tersebut.
Diketahui, Amerika Serikat memiliki lebih dari 277 ribu mahasiswa asal China. Kebijakan Trump yang menargetkan mahasiswa asing, khususnya dari China, telah memicu kecemasan di kalangan civitas akademika dan mahasiswa internasional.
Langkah ini juga menuai gugatan dari Universitas Harvard yang merasa kebijakan imigrasi tersebut bersifat diskriminatif dan mengancam reputasi lembaga pendidikan tinggi di AS.
(Redaksi)