IMG-LOGO
Home Internasional Krisis Iklim Mengguncang China: Banjir Hingga 3 Meter dan Gelombang Panas Ancam Jutaan Warga
internasional | umum

Krisis Iklim Mengguncang China: Banjir Hingga 3 Meter dan Gelombang Panas Ancam Jutaan Warga

oleh VNS - 26 Juni 2025 00:19 WITA
IMG
Pemandangan drone menunjukkan bangunan dan jalan setengah terendam banjir setelah hujan lebat, di daerah Rongjiang, provinsi Guizhoug, Tiongkok, 24 Juni 2025. China Daily via REUTERS

IDENESIA.CO - China tengah menghadapi dua ujian alam sekaligus. Di satu sisi, banjir besar melanda Provinsi Guizhou, memaksa lebih dari 80.900 orang meninggalkan rumah mereka. Di sisi lain, ibukota Beijing dilanda gelombang panas ekstrem, mendorong peringatan cuaca tinggi dan perubahan drastis dalam aktivitas warga.

Menurut laporan AFP mengutip kantor berita pemerintah Xinhua, banjir di Guizhou telah mencapai level kritis. Respons darurat pengendalian banjir bahkan ditingkatkan ke level tertinggi, seiring naiknya permukaan air secara tiba-tiba dan luas.

“Di Rongjiang, sebuah lapangan sepak bola terendam air setinggi tiga meter,” tulis kantor berita di China  menggambarkan dahsyatnya banjir yang terjadi.

Seorang warga Guizhou, Long Tian, mengaku air naik dengan sangat cepat dan warga hanya punya waktu singkat untuk menyelamatkan diri.

Tim penyelamat dikerahkan ke dua wilayah terdampak banjir paling parah, di mana infrastruktur rusak, dan listrik serta akses air bersih terganggu.

Bersamaan dengan tragedi di selatan, Beijing menghadapi kondisi sebaliknya yaitu panas ekstrem yang menyesakkan. Pemerintah kota mengeluarkan peringatan oranye, peringatan tertinggi kedua, menyusul lonjakan suhu hingga 38°C.

Warga China terdampak beradaptasi dengan berbagai cara. Sebagian berteduh di bawah jembatan dan kanal, sementara lainnya mengatur ulang jam aktivitas demi menghindari sengatan matahari.

“Saya bahkan berhenti memakai pakaian formal ke kantor. Baru olahraga setelah pukul 10 malam,” ujar Li Weijun, pekerja magang berusia 22 tahun.

Otoritas China meminta masyarakat membatasi aktivitas luar ruang, menjaga asupan cairan, dan memberi perhatian khusus pada kelompok rentan seperti lansia dan anak-anak.

Kejadian ekstrem ini semakin menguatkan kekhawatiran tentang perubahan iklim global. Para ilmuwan sepakat bahwa pemanasan global akibat emisi gas rumah kaca membuat cuaca ekstrem terjadi lebih sering dan intens.

China sendiri merupakan penghasil emisi karbon terbesar di dunia, meskipun juga menjadi pemimpin dalam pengembangan energi terbarukan. Negara ini telah berkomitmen untuk:

  • Mencapai puncak emisi sebelum 2030

  • Mencapai netral karbon pada 2060

Namun, ketergantungan yang masih tinggi terhadap batu bara menjadi tantangan besar dalam mencapai target tersebut yang salah satunya menyebabakan perubahan iklim ekstrem.

Kombinasi banjir besar dan gelombang panas di dua wilayah berbeda menunjukkan bahwa krisis iklim bukan sekadar prediksi masa depan. Ia telah hadir, nyata, dan menyentuh kehidupan jutaan orang. Negara-negara, termasuk China, kini dituntut untuk bergerak lebih cepat dan lebih serius dalam menanggulangi penyebab utamanya, perubahan iklim akibat ulah manusia.

(Redaksi)